Tangerang, Liputan86.com - Belakangan ramai pembongkaran pagar laut yang ada di pesisir pantai utara tangerang yang dilakukan oleh TNI AL bahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid turun langsung ke desa kohot untuk melihat fisik yang disinyalir ada penerbitan sertifikat HGB di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, khususnya di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji.
Hal tersebut membuat Yandri Sinlaeloe kuasa Hukum APDESI angkat bicara, saya mengajak semua pihak mari kita melihat ini seacra bijak, semua produk yang dikelurkan oleh BPN kabupeten tangengerang sudah sesusai rugulasinya, Baik perairan pesisir maupun yang ada di danau atau sungai itu semua termasuk dalam definisi tanah", Jelas Yandri
Artinya apa? Lanjut yandri, kalau kita mengacu pada pengertian tanah dalam Pasal 1 ayat (4) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) bukan hanya tanah yang ada di daratan, tetapi juga tanah yang ada di bawah kolom air, yah termaksud laut", Tandas Yandri yang saat ini masih melanjutkan studi S2 nya di UMP Tantular Jakarta.
Kita coba melihat secara spesifik Pasal 1 ayat (4) UUPA menyatakan, dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi yang di bawahnya serta yang berada di bawah air, Khusus untuk tanah yang berada di bawah kolom air, tak bisa melepaskan diri dari peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, bila yang ingin dimanfaatkan adalah kolom airnya maka masuk dalam regulasi di wilayah otoritas kementerian KKP untuk tingkat pusat. Sedangkan untuk tingkat daerah adalah bupati atau dinas terkait", Kata Yandri yang juga di percaya sebagai ketua bidang hukum di Pembasmi
Lebih lanjut yandri mengatakan, kalau kita melihat pada Pasal 8 PP No. 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, diatur kriteria dan persyaratan pendirian, penempatan dan pembongkaran bangunan dan instalasi di laut. Mengerucut pada ayat (3) Pasal A quo, dijabarkan lebih rinci bahwa berada di atas dan atau di bawah permukaan laut secara menetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yakni berupa mengapung di permukaan laut; berada di kolom air; dan/atau berada di dasar laut, artinya kalau kita Merujuk pada UU tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, yah artinya kalau kita mengacu pada PP tersebut jelas sangat bisa dibukan akses untuk mendapatkan SHGB dilautan karena undang- undang memperbolehkan itu.
Dikatakan Yandri bila ada orang ingin meminta hak atas tanah karena mau menggunakan tanahnya, bukan hanya menggunakan kolom airnya maka dapat dibuka hak atas tanah. Saat dipastikan jenis hak atas tanah yang dapat diperoleh itu dalam bentuk apa saja, artinya bisa mendapatkan bentuk hak atas tanah apapun, baik itu berupa hak milik, HGB, Hak Pakai, Dalam bentuk apapun, sesuai dengan tujuan pemanfaatannya dan subjek haknya, jadi jelas bahwa pengajuan Sertifikat yah itu sudah sesuai regulasi undang - undang yang memperbolehkan Di atas permukaan air, selain permukaan bumi termaksud pula tubuh bumi serta berada di bawah air, itukan jelas sesuai bunyi undang- undangnya"., Tegas Yandri
Nah kalau soal Pagar Laut yang telah mengantongi SHGB’ di wilayah Tangerang, itu persis dengan yang di temukan di wilayah daerah jawa, seperti di Pantai Utara Pulau Jawa hingga menyeberang di Pantai Selatan Madura, ada banyak masyarakat yang memanfaatkan perairan pesisir. Masyarakat melakukan reklamasi, hanya saja hukum yang digunakan cukup pada ketentuan hukum adat, karena negara tidak bisa menyediakan tanah lagi, sehingga masyarakat melakukan reklamasi secara mandiri dan pemerintah mengelurkan SHGB dan di perpanjang setiap 25 tahun sekali, nah itu merupakan proses reklamasi mandiri, Sedangkan badan usaha, otomatis harus mendapatkan izin yang KKPRL atau Konfirmasi Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut, nah ini kan persoalan kelatahan kajian-kajian politis anggota DPR"., Jelas Yandri yang saat ini juga di percaya sebagai ketua P3HI se-provinsi Banten.
Terkait pemanfaatan ini, tentu harus ada kesepakatan atau konfirmasi kesesuaian, maka ya konsekuensinya mana yang boleh dimanfaatkan dan mana yang tidak boleh dimanfaatkan. Itulah kenapa ada rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tentu ada rencana zonasi sebelumnya, saya berikan contoh seperti di makassar seperti di daerah pantai lossari ada hotel yang selalu tergenang air laut sejak tahun 70 puluan, kalau itu di anggap salah oleh pemerintah kan harusnya sudah di bongkar sejak dulu"., Tutupnya.