Masuk

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

POLEMIX DALAM PENETAPAN TERSANGKA TERHADAP NURHAYATI SALING TUDING ANTARA POLRI DAN JPU

Sabtu, 26 Maret 2022 | Maret 26, 2022 WIB Last Updated 2022-03-26T04:03:18Z


POLEMIX DALAM PENETAPAN TERSANGKA TERHADAP NURHAYATI SALING TUDING ANTARA POLRI DAN JPU 

SURYA KUSUMA, SH

POLRI & MAHASISWA MAGISTER HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


Persi Polri dalam hal ini menanggapi Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyebut ada dua opsi penghentian kasus Kepala Urusan Keuangan Desa Citemu, Nurhayati. Dia sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana desa oleh Polres Cirebon, Jawa Barat. 


Dedi mengatakan Bareskrim Polri sudah melakukan gelar perkara dan berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung mengenai hal ini. Menurutnya, dari koordinasi dengan Kejagung, ditemukan dua opsi penyelesaian kasus Nurrhayati. "Ada dua opsi, pertama Kabareskrim sudah menyampaikan akan mengoreksi penetapan tersangka, opsi kedua berkas perkara akan dilimpahkan ke kejaksaan dan nanti kejaksaan sesuai UU Kejaksaan akan melakukan SP2 (Surat Penghentian Penuntutan), Lebih lanjut, menurut dia, ketika bicara aspek penegakan hukum, Polri bukan hanya berpedoman pada asas kepastian hukum, tapi juga asas yang menyangkut masalah keadilan dan kemanfaatan hukum.


"Jadi untuk kasus ini kita melihat bahwa legal justice, criminal justice system yang sudah dilakukan penyidik dan kejaksaan, dari hukum acara pidana tidak ada yang salah," Tapi kalau melihat dari yang lebih luas, social justice, kita harus lihat dua aspek itu. Menyangkut masalah keadilan dan kemanfaatan hukum," 


Penetapan Nurhayati sebagai tersangka kasus dugaan korupsi menjadi polemik di masyarakat dalam beberapa waktu terakhir. Pasalnya, Nurhayati merupakan pelapor kasus dugaan korupsi yang menyeret Kepala Desa Citemu berinisial S. Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mengungkapkan bahwa Nurhayati sebagai pelapor kasus dugaan korupsi semestinya tak bisa dijadikan tersangka. Nasution memaparkan bahwa posisi hukum Nurhayati sebagai pelapor dijamin oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik. Namun demikian, polisi membantah bahwa Nurhayati merupakan pelapor dalam perkara tersebut. Nurhayati disebutkan hanya berperan sebagai saksi sebelum akhirnya Kades Citemu berinisial S menjadi tersangka. 


Sementara tanggapan persi Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon telah resmi menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) perkara Nurhayati. Nurhayati sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka setelah melaporkan kasus dugaan korupsi yang dilakukan eks kepala desa, Supriyadi di daerah Cirebon, Jawa Barat. "Berdasarkan petunjuk dan persetujuan Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi, maka Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon selaku penuntut umum mengeluarkan SKP-2," 


kata Kepala Seksi Penerangan Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Dodi Gazali Emil melalui keterangan tertulis, Dodi menerangkan, pihak Kejati Jabar menindaklanjuti perintah Jaksa Agung kepada Kepala Kejari Kabupaten Cirebon untuk melakukan tahap II perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan APBdes Desa Citemu Kec. Mundu Kab. Cirebon tahun 2018, 2019 dan 2020 atas nama tersangka Nurhayati. 


Selain itu, eksaminasi yang dilakukan oleh tim eksaminasi pidana khusus Kejati Jabar telah bekerja secara maraton sejak 25 Februari 2022. Serta koordinasi antara penyidik dan penuntut umum. Berdasarkan ketiga hal tersebut, maka pertama telah dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Polres Cirebon Kota kepada penuntut umum Kejari Cirebon pada 1 Maret 2022. "Kedua, Kajari Kab. Cirebon menunjuk jaksa penuntut umum (Jaksa P-16 A) untuk menyelesaikan perkara tindak pidana atas nama tersangka N," ujar Dodi. "Berdasarkan hasil gelar perkara dan dengan memperhatikan petunjuk Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat atas hasil eksaminasi, Kepala Kejaksaan Negeri Kab. Cirebon mengusulkan kepada Jaksa Agung melalui Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk menghentikan proses penuntutan perkara N karena tidak terdapat cukup bukti," Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa Nurhayati kini tak perlu khawatir lagi terhadap kasus tersebut dan dapat melakukan aktivitas sehari-harinya dengan normal. 


"Kepada saudari Nurhayati, tetap bisa bekerja dan melaksanakan aktivitas normal seperti biasa. Tidak perlu khawatir lagi, tidak perlu takut lagi. Kasusnya kepada Nurhayati sudah tuntas dan selesai malam hari ini juga," kata Dedi kepada wartawan, Selasa (1/3).


Ia menjelaskan bahwa Polri sudah melimpahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II) ke Kejaksaan sehingga penuntutan dapat dihentikan. Proses tersebut dilakukan saat ini meski Nurhayati tidak mengikutinya langsung lantaran sedang isolasi mandiri (Isoman). Nantinya, kata dia, penerbitan SKPP akan mengartikan bahwa proses penegakan hukum terhadap Nurhayati tidak akan dilanjutkan."Sudah dihentikan baik ditingkat Polri maupun Kejaksaan “ Menurutnya, prosedur tersebut harus dilakukan jika merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Polri mengatakan bahwa peristiwa tersebut akan dijadikan bahan evaluasi bagi jajaran dalam menangani perkara. Ia menegaskan bahwa penyidik di tingkat Polres maupun Polda harus cermat dalam menghadapi suatu perkara. Sehingga, nantinya perkara-perkara seperti Nurhayati tidak terjadi lagi.


 "Dalam menetapkan status tersangka seseorang, proses gelar perkara sebagai kontrol terhadap penanganan kasus ini harus dimaksimalkan," ucap Dedi. "Gelar ekspose bisa menghadirkan para saksi ahli, harus bersama-sama dengan jaksa penuntut biar tidak terjadi penafsiran-penafsiran hukum yang berbeda," tambah dia. Dalam kasus Nurhayati, Bareskrim menyatakan menyatakan telah mengirim tim Biro Pengawas Penyidikan (Wassidik) untuk mendalami penetapannya sebagai tersangka. Disimpulkan bahwa Polres Cirebon tak memiliki cukup bukti untuk menjerat Nurhayati. Penetapan Nurhayati sebagai tersangka dilakukan untuk memenuhi petunjuk dari jaksa dalam berkas P19 agar mendalami peranan Nurhayati. 


Maka dalam hal ini masyarakat awam lah yang dibuat bingung dalam perkara ini, dari pihak kepolisian merasa sudah melaksanakan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan aturan SOP yang benar berdasarkan KUHAP sementara pihak JPU menuding dalam gelar perkara semestinya pada saat gelar perkara penetapan status tersangka JPU harusnya dilibatkan namun menurut penyidik untuk melengkapi P19 yang diajukan JPU NURHAYARI harus menjadi tersangka agar perkara ini bisa P21, dan menurut JPU NURHAYATI juga terlibat namun pada statmennya JPU tidak mengetahui bahwa Nurhayati adalah pelapor. menurut (LPSK) pelapor kasus dugaan korupsi semestinya tak bisa dijadikan tersangka. 


Setelah perkara ini Viral lalu JPU dengan cepat melakukan gelar perkara sehingga melalui Kejaksaan Tinggi Jawa Barat atas hasil eksaminasi agar perkara ini ini dihentikan. Maka ketimpangan hukum seperti ini lah yang membuat warga masyarakat enggan untuk melaporkan kejadian tindak pindana, karena takut akan jadikan tersangka oleh pihak penyidik maupun JPU. Sehingga dalam perkara ini masyarakat menimbulkan banyak pertanyaan terhadap perkara ini.