TANGERANG,liputan86.com - Viralnya pemberitaan bangunan liar (Bangli) di sekitar bantaran sungai cisadane wilayah Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang yang terkesan dibiarkan. Membuat Camat dan DPRD angkat suara.
Pasalnya, bangli tersebut merupakan tempat usaha dan disinyalir kuat menjadi bahan bancakan tanpa menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke pemerintah daerah.
Camat Teluknaga Zamzam Manohara mengatakan bahwa bangunan yang berdiri tegak di bantaran Sungai Cisadane tidak memiliki izin dari pemerintah desa atau kecamatan setempat.
"Sepanjang yang saya tahu, dari pihak desa atau kecamatan tidak pernah keluarkan izin, untuk bangunan liar dibantaran Sungai Cisadane Teluknaga," kata Zamzam kepada wartawan usai acara Musrenbang di Rumah Makan Saung Ibu, Kamis (27/1/2022).
Menurut Zamzam, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pemerintah provinsi atau pusat, karena ia melihat lahan yang selama ini diduduki bangunan liar yang berdiri kekar, bukan kewenangan pemerintah daerah atau kecamatan.
"Yang masalah bangli di bantaran Sungai Cisadane, nanti akan kita coba komunikasi dengan seluruh tingkatan, karena lahannya kewenangan Kementerian PUPR dan balai besar," ucapnya.
Lanjut Zamzam memaparkan, bahwa untuk melakukan penertiban bangli, pihaknya akan terlebih dahulu menghubungi dinas terkait yang berada di Kabupaten Tangerang dan pemerintah pusat, agar semua berjalan lancar.
"Untuk penanganannya kita akan konsultasi ke Dinas SDA, Satpol PP Kabupaten Tangerang dan balai besar," tukasnya.
Zamzam menyebut, pihaknya bersama Satpol PP Kabupaten Tangerang sudah melakukan tahapan awal, dengan mendata jumlah bangli yang berada di bantaran Sungai Cisadane Teluknaga tersebut.
"Kemaren kita dan Satpol PP sudah lakukan pendataan awal terkait bangli yang sedang dipermasalahkan ini, kalau penanganannya bertahap, karena lahannya kewenangan pusat," kata Zamzam.
Ditempat yang sama, Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Kholid Ismail menilai tidak ada satupun bangunan yang berdiri melakukan aktivitas komersil di bantaran sungai cisadane mengantongi izin. Sehingga itu merupakan hak dan kewenangan pemerintah daerah pronvisi dibawah naungan Balai Besar Ciliwung Cisadane.
"Untuk itu, kita coba melakukan pendekatan kepada mereka bahwa kita sudah menyiapkan ruang-ruang seperti produksi ada kawasan industri," ujar Kholid.
Tentunya, Kholid katakan tidak seperti menggebuk kantong keromong. Pihaknya bersama pemerintah daerah masih berupaya melalui jalur pembinaan dan megarahkan mereka.
"Kita segera melakukan pemindahan ke ruang yang sudah disiapkan oleh pemerintah daerah," paparnya.
Lantaran sudah menjadi opini publik, Kholid pun mengaku akan segera melakukan pemanggilan kepada para pelaku usaha yang mendirikan bangunan dibantaran sungai dengan tujuan pendataan ulang.
"Mana-mana pelaku usaha yang tidak sesuai peruntukan nanti kita akan melakukan pemanggilan," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten Barhum menyebut kalau berdiri bangunan diatas lahan negara dan pemerintah ketika muncul satu usaha dan hunian masyarakat itu bersifat tentatif.
"Artinya ketika pemerintah ingin menggunakan maka dengan sendirinya para pengusaha atau penduduk yang menghuni disitu secara otomatis harus memberikan," ujar Barhum.
Barhum berpendapat kontek di regulasi jelas diatur bahwa bangunan berdiri di aset pemerintah itu sifatnya sementara. Karena tidak ada surat hak guna pakai nya.
"jelas rata-rata tidak ada surat tanahnya kaya hak huna pakai," kata Barhum.
"Ini lah tentu dibutuhkan kesadaran para masyarakat yang berusaha dan berdomisili disitu harus mempunyai kesadaran untuk siap menyerahkan kepada pemerintah," sambungnya.
Barhum pun menegaskan aktivitas komersil yang berdiri di bangli tersebut tidak ada retribusi masuk ke pemerintah daerah yang menghasilkan PAD. Ia memberi saran kepada pemerintah daerah setempat untuk segera ditindak.
"Saya yakin tidak ada itu retribusi secara formal, saya yakin gak ada. Maka saran saya pihak pemerintah daerah setempat harus segera di eksekusi kalau memang itu mengganggu pelayanan masyarakat dalam konteks penanggulangan banjir, penghijauan atau keindahan, saya pikir itu hak pemerintah untuk bisa memanfaatkan lahan itu, ungkapnya.
Barhum pun menegaskan bisa terjerat pidana jika oknum pemerintah atau masyarakat memberikan izin membangun dengan berdalih jatah retribusi namun tidak masuk ke kas pemerintah.
"Sekarang kan retribusi ke pemerintah harus ada rekening khusus. Kemudian masuk kedalam PAD itu diatur. Justru kalau ada seperti ditemukan jatah harus segera ditindak melaporkan ke aparat penegak hukum. Tidak ada alasan dia status orang hebat, tapi lahannya itu dikelola tidak legal," tandasnya. (Endo Alendi)