Jakarta, Liputan86.com Kasus kekerasan terhadap jurnalis makin marak, terkini Mara Harahap ditembak mati sementara di Gorontalo ada jurnalis yang dibacok preman. Ini semua pertanda kebebasan pers terpuruk
Menurut Wasekjen Media Independen Online (MIO) Indonesia, Susane Jane, fenomenani ini tak boleh dibiarkan berlanjut. "Aksi kekerasan terhadap jurnalis akan memperburuk indeks kebebasan pers di indonesia", tandasnya
Dia memaparkan, kekerasan yang dilakukan para oknum aparat, pengusaha, ormas dan warga terhadap jurnalis dapat dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Menurutnya bisa digolongkan dalam pelanggaran pidana karena melanggar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. "Ada ancaman hukuman bagi orang yang menghalangi kemerdekaan pers dalam UU Pers yaitu penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta", tandas Pimprus Wartamekkah com ini
"Kita tahu banyak kasus kekerasan yang sangat jarang diselesaikan. Karena memang pelakunya oknum organisasi,pengusaha ada pejabat publik. Dan ini semua menjadi penghambat kenapa pihak kepolisian tidak menyelesaikan itu. Padahal efek dari penyelesaian kasus itu sangat baik untuk menekan kekerasan pada berikutnya
Lantaran itu, papar Susane, perlu ada komitmen dari semua pihak untuk mendukung iklim kebebasan pers di Indonesia. Antara lain dari aparat, ormas,warga dan terutama dari perusahaan media yang mempekerjakan jurnalis.
Dia menekankan untuk membuat protokol Keamanan Jurnalis."Memang
tidak mudah mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kebebasan pers. Karena itu, diperlukan kekompakan dari jurnalis untuk melawan kekerasan terhadap jurnalis di manapun juga.
"Samping itu Bagi semua perusahaan media pers perlu perlu juga menyiapkan protokol keamanan bagi jurnalis", ujar Susane
"Prinsip yang paling utama adalah begitu ada ancaman, maka atasan langsung atau redakturnya harus segera mengambil alih risiko itu", pungkasnya (Ompik)